02 Mei 2008

Keputusan Konsumen

Keputusan Konsumen

Setiap kali memasuki pasar, baik pasar tradisional maupun pasar swalayan, kita sebagai konsumen pasti akan dihadapkan pada persoalan yang sama yaitu menentukan pilihan bahan pangan yang akan dibeli. Meskipun kita sudah menyiakan daftar belanjaan dari rumah, namun sesampainya di tempat pembelanjaan kita masih harus menentukan pilihan.

Begitu juga saat kita harus membeli buah dan sayur. Misalnya, kita “sudah membulatkan tekad” untuk membeli jeruk atau apel, namun di depan rak (pasar swalayan) atau meja “dasaran “ (pasar tradisional) banyak macam buah yang didasarkan. Karena sesuatu hal barangkali kita masih harus menentukan pilihan,meski telah membawa daftar belanjaan.

Atau tidak jarang kita harus menimbang-nimbang buah yang akan dibeli tadi satu- persatu sebelum memasukkan dalam kantung belanjaan. Dan uniknya kejadian ini kejadian ini masih terjadi di negara-negara yang lebih maju, yang notabene pembakuan mutu bahan pangan (grading) sudah baik. Jadi pengelompokan mutu buah ke dalam kelas atau grade tertentu tidak otomatis menghilangkan kecenderungan melakukan seleksi. Rupanya memilih ketika berbelanja adalah suatu perilaku naluriah manusia yang sulit dihilangkan.

Terlepas dari faktor harga, keputusan konsumen untuk memilih buah dari tumpukan sejenis dalam kotak “dasaran” semata-mata ditentukan oleh daya tarik visualnya (vissual appeal). Menurut sebuah hasil penelitian di Amerika Serikat pada tahun 1989, 94% responden menyatakan tolok ukur pemilihan buah dan sayur adalah kenampakan luarnya, seperti: ukuran,bentuk,warna,mengkilat tidaknya (gloss), dan ketidakcacatan (absence of defects).

Selain itu, terbukti pula pembelanja buah dan sayur umumnya melakukan proses pengambilan keputusan secara langsung ketika mereka berhadapan dengan rak atau meja “dasaran” di dalam pasar dan bukan hasil perencanaan sebelumnya. Itulah sebabnya kampanye buah dan sayur “bebas pestisida” banyak menjumpai kegagalan.

Bukan saja karena harganya jauh lebih mahal, melainkan juga karena kecenderungan konsumen yang lebih mengutamakan “kulit” daripada “isi”. Mereka belum rela mengeluarkan uang lebih banyak untuk buah dan sayur organik yang kenampakan luarnya tak berbeda dari buah dan sayur “biasa”. (BW)


Jakarta, Maret 2000Sumber: Seri Iptek Pangan Volume 1: Teknologi, Produk, Nutrisi & Kemanan Pangan, Jurusan Teknologi Pangan - Unika Soegijapranata, Semarang

Editor: Budi Widianarko, A. Rika Pratiwi, Ch. Retnaningsih

Tidak ada komentar: