02 Mei 2008

Serat dalam Makanan

Serat dalam Makanan

Sesuai dengan trend global, saat ini di negeri kita mulai bermunculan berbagai produk pangan yang berlabel kesehatan, dengan sasaran konsumen mulai balita sampai lansia. Salah satu produk pangan kesehatan yang muncul di pasaran adalah makanan yang mengandung serat - yang dalam ilmu pangan dikenal sebagai dietary fibre. Salah satu “pesan” yang sering muncul dalam produk pangan berserat adalah kemampuannya untuk mengurangi kesulitan buang air besar, alias sembelit (constipation).

Seharusnya konsumsi serat bukan hal yang harus dipromosikan di negeri kita, karena toh sejah dulu kita telah mengenal dan mengkonsumsinya dari berbagai sumber, khususnya sayuran, buah, dan biji-bijian. Jika setiap hari kita telah mengkonsumsi serat lebih dari 35 gram, sebenarnya kita sudah tak membutuhkan tambahan lagi. Namun demikian, pergeseran pola konsumsi masyarakat Indonesia saat ini tengah berlangsung secara dramatis, khususnya pada mereka yang tinggal di perkotaan. Sesuai dengan irama hidupnya orang kota cenderung meningggalkan produk-produk pangan konvensional yang umumnya kaya akan serat. Kesempatan inilah yang dibidik oleh para produsen makanan kesehatan.

Serat dalam makanan (dietary fibre) bukanlah suatu kelompok bahan pangan yang memiliki sifat kimia yang mirip. Meskipun umumnya tergolong karbohidrat yang kompleks, namun berdasarkan sifat kimiawi sebenarnya mereka sangat heterogen. Ada yang berasal dari polisakarida penyusun dinding sel tumbuhan (struktural): selulosa, hemiselulosa dan pektin. Adapula yang termasuk polisakarida non- struktural: getah (secreted & reserve gums). Kelompok lain adalah polisakarida asal rumput laut (agar, carrageenans & alginates).

Begitu beragamnya jenis dietary fibre maka sulit pula untuk mendefinisikannya. Salah satu definisi yang paling banyak disepakati adalah “semua oligosakarida, polisakarida dan derivatnya yang tak dapat diubah menjadi komponen terserap oleh ensim percernaan di saluran pencernaan bagian atas (usus halus) manusia”. Berdasarkan sifat fisik-kimia dan manfaat nutrisinya, serat dalam makanan dapat dikelompokkan dalam 2 jenis, yaitu : larut (soluble) dan tak larut (insoluble) dalam air. Serat yang soluble cenderung bercampur dengan air dengan membentuk jaringan gel (seperti agar-agar) atau jaringan yang pekat. Sedangkan serat insoluble umumnya bersifat higroskopis: mampu menahan air 20 kali dari beratnya. Serat yang berasal dari biji-bijian (cereals) umumnya bersifat insoluble. Sedangkan serat dari sayur, buah dan kacang-kacangan cenderung bersifat soluble.

Manfaat nutrisi merupakan satu dari tiga (3) manfaat serat dalam produk pangan, selain
sifat fisik-kimia yang khas sehingga secara teknologi amat menarik bagi industri pangan untuk mengembangkan jenis dan bentuk produk pangan baru; dan
terbukanya peluang pemanfaatan produk maupun limbah pertanian berserat sebagai bahan pangan.

Sampai saat ini manfaat nutrisi serat yang paling dikenal adalah mengurangi gangguan sembelit (constipation). Sebenarnya tak semua jenis serat punya peran sebagai “obat” sembelit. Hanya jenis serat insoluble yang memiliki “khasiat” mengurangi gangguan buang air besar tersebut. Serat insoluble memegang peran utama dalam menentukan volume serta berat faeces (tinja). Selulosa, salah satu jenis serat insoluble, terbukti berperan meningkatkan berat faeces dan frekuensi defekasi (buang air besar); melunakkan feaces dan memperpendek waktu tinggal “ampas” (residu) makanan dalam usus. Semua peran tersebut berhubungan dengan kemampuan serat insoluble dalam menahan air. Biasanya peningkatan berat faeces ini berkaitan dengan meningkatnya masa sel bakteri (yang bertugas menghancurkan serat), residu serat, dan air.

Sesuai dengan sifatnya, serat asal biji-bijian cenderung meningkatkan berat faeces, lebih dari serat asal buah-buahan. Demikian pula, penambahan serat soluble, seperti pektin, dalam makanan tak memberikan pengaruh yang berarti terhadap perubahan jumlah koloni bakteri, dan waktu tinggal residu makanan dalam usus, karena serat jenis ini dapat tercerna seluruhnya oleh jasad renik di saluran pencernaan manusia. (BW)


Jakarta, Maret 2000Sumber: Seri Iptek Pangan Volume 1: Teknologi, Produk, Nutrisi & Kemanan Pangan, Jurusan Teknologi Pangan - Unika Soegijapranata, Semarang

Editor: Budi Widianarko, A. Rika Pratiwi, Ch. Retnaningsih

Tidak ada komentar: